Senin, 24 Mei 2010

AKU ANAK TKI


 

Emak, aku rindu Emak.

Sudah hampir 14 tahun lebih aku tidak bertemu dengan Emak.

Aku kangen Emak.

Aku ingin melihat Emak.

Emak, apa kabar Emak disana ?

apa Emak baik-baik saja ?

Apa majikan Emak jahat sama Emak ?

Emak kapan pulang ?

Acul kangen Emak

            Aku menangis. Setiap kangen Emak, aku selalu menulis surat untuknya. Tapi, meskipun aku menulis surat untuk Emak, aku tidak mengirimnya. Aku tidak tahu dimana Emak kerja. Yang ku tahu Emak berkerja menjadi TKW di Qatar. Dimana alamat tepatnya aku tidak tahu.

            Emak harus meninggalkanku  saat aku berusia 4 tahun. Emak terpaksa menjadi TKW karena BApak sudah tidak mampu lagi bekerja. BApak lumpuh akibat kecelakaan yang menimpanya. Sejak saat itu BApak tidak bisa lagi mencari nafkah dan Emak dengan berat hati harus rela menjadi TKW.

            Emak, Acul rindu sekali sama Emak. Rindu setengah mati. Setiap malan aku berdoa agar Emak cepat pulang. Aku ingin memeluk Emak, memeluk dengan sangat erat.

            Aku menatap ke langit. Malam ini sangat indah. Bulan bersinar sangat terang. Emak, andai saja Emak ada disini, pasti Acul bias bercanda dengan Emak sambil menikmati ubi rebus atau pisang goring. Kata BApak, Emak pandai sekali membuat pisang goring. Acul rindu Emak. Rindu sekali.

" Cul, sudah malam! Mengapa jendelanya belum kau tutup juga ? ", tegur BApak. Aku menoleh sesaat dan kembali asyik menikmati rembulan yang sedang bersinar sangat indahnya.

" Cul, udaranya sangat dingin. Cepat tutup jendelanya! BApak tidak mau kamu sampai masuk angin ", tegur BApak untuk kedua kalinya. Aku mengalah. Aku menutup jendela kamarku seperti apa yang BApak perintahkan.

" Kamu sudah makan, Cul ? ", Tanya BApak lagi. Aku menggeleng. Nafsu makanku selalu hilang jika ingat Emak. Bagaimana mungkin aku bias makan dengan enak sedangkan aku tidak tahu apakah Emak juga makan atau tidak.

" Pak, Acul boleh tanya ? ", kataku memberanikan diri. BApak kaget. Ia diam sesaat kemudian menganggukkan kepalanya.

" Pak, Emak kapan pulang ? Acul kangen sama Emak. Sudah 14 tahun lebih Emak bekerja di Qatar tanpa pernah pulang sekalipun. Setiap bulan hanya surat berisi uang yang dating kesini, bukan surat dari Emak yang mengabarkan keadaan Emak. Acul khawatir, Pak. Apa Emak baik-baik saja ? ",

" Cul, kamu harus mengerti. Emakmu itu bekerja di Qatar. Dia bekerja untuk menghidupi kita. Kau jangan memikirkan hal-hal yang tidak-tidak. Doakan saja Emak baik-baik saja. Sudahlah, Cul. Jangan dipikirkan lagi ! ", kata BApak.

Hah…jangan dipikirkan lagi. Selalu saja BApak berkata seperti itu setiap aku menanyakan Emak. Mana mungkin aku tidak akan memikirkan Emak jika selama hampir 14 tahun lebih aku tak tahu kabar Emak ?Setiap aku melihat acara berita di televise aku selalu teringat Emak. Akhir-akhir ini banyak sekali kasus TKW yang pulang ketika sudah tidak bernyawa. Aku takut jika itu terjadi dengan Emak.

Ingin rasanya aku menyusul Emak ke Qatar dan membawanya pulang ke Indonesia. Tapi…bagaimana bisa ? mana mungkin aku bias pegi ke Qatar ? aku hanya seorang anak SMA, belum tamat lagi. Untuk uang jajan saja belum tentu punya apalagi mau menyusul Emak ke Qatar. Lagi pula aku tidak tahu dimana alamat Emak bekerja. Setiap aku bertanya pada Bapak, ia selalu memarahiku.

Emak, kapan Emak pulang ? Acul kangen Emak. Kalau Emak nanti pulang, Acul janji bakal bawa Emak jalan-jalan. Acul bakal bawa Emak ke sekolah, bawa Emak ke pasar. Kemanapun Emak mau Acul pasti anterin. Emak, cepat pulang ya….

----xxxx----

Siang ini sangat pana sehingga membuatku malas untuk melakukan sesuatu. Hari Minggu seperti ini biasanya aku pergi memancing bersama teman-teman, tapi tidak untuk hari ini. Cuaca sangat panas. Matahari bersinar dengan garangnya. Membuatku kepanasan setengah mati.

" Cul…., Acul…..! ", teriak seseorang. Aku terbangun mendengar seseorang yang memanggilku. Oh…Cak Karto ! tidak biasanya ia datang ke rumahku sambil berlari-lari seperti itu .

" Ada apa, Cak ? ", tanyaku. Cak Karto memukul dadanya sambil mencoba mencari nafasnya. Ia benar-benar ngos-ngosan.

" Cul, Emakmu, Cul. Emakmu ", kata Cak Karto terengah-engah.

" Emak ? ada apa dengan Emak, Cak ? ", tanyaku tak sabar. Cak Karto bukannya menjawab pertnyaanku melainkan meninggalkanku. Ia pergi menghidupkan televisi dan mengubah-ngubah channelnya.

" Cul, liat sebentar lagi. Ada berita tentang Emakmu ",

Deg…..perasaanku langsung saja menjadi tidak enak. Apa yang terjadi dengan Emak ? Ya Tuhan , kau apakan Emakku ? aku melihat acara berita itu dengan tidak sabar. Setelah beberapa iklan selesai. Pembaca berita kemudian membaca berita yang benar-benar membuatku jantungan.

 " Pemirsa, satu lagi kasus penganiayaan TKW asal Indonesia di Qatar. Sri Maryani, 44 tahun, warga desa Ploso kabupaten Nganjuk, Jawatimur, ditemukan tewas akibat dianiaya oleh majikannya…, "

Ya Tuhan, Emak ! Mendegar berita itu, aku langsung memanggil Bapak yang saat itu sedang tidur di kursi rodanya.

" Pak…., Bapak…..kesini, Pak ! ", teriakku. Bapak terbangun dan segera mendekatiku.

" Pak, liat berita itu, Pak. Emak..,Pak, emak ", kataku. Aku tak kuasa menahan air mata. Ya Tuhan secepat itukah kau memanggil emakku ? aku belum bertemu dengannya tapi kau malah mengambilnya ? ya Tuhan…Mengapa kau tidak kasihan padaku ?

Bapak menunduk. Ia menangis. Aku menangis sejadi-jadinya. Ya Tuhan…aku belum bertemu Emak. Mengapa kau ambil emak ? kau memisahkanku selama lebih dari 14 tahun dan sekarang kau mengambilnya. Tuhan…dimana letak belas kasih-Mu. Aku ini hambamu, tapi mengapa kau menganiayaku seperti ini ?. Tuhan…aku minta penjelasanmu.

----xxxx----

 

Aku berdiri mematung melihat jasad Emak yang sudah tak bernyawa. Mak, bertahun-tahun aku merindukan kepulanganmu, tapi mengapa ketika kau pulang kau sudah tidak bernyawa ? aku mendekati jenazah Emak.

" Mak, ini Acul, anak Emak ", bisikku sambil menangis. Di belakangku berdiri Cak Karto yang berusaha menguatkanku.

" Emak, acul sekarang sudah besar, Mak. Acul nggak nakal, koq. Acul jadi anak pintar, Mak. Kalau Mak liat rapor Acul, acul selalu juara satu, Mak ", kataku lagi.

Jenazah Emak dimandikan lagi kemudian disholatkan. Saat sholat jenazah, aku tak henti-hentinya menitikkan air mata. Aku belum rela kehilangan emak. Sosok yang melahirkanku sekarang sudah tak bernyawa.

Selesai disholatkan, jenazah emak di bawa ke TPU untuk dimakamkan. Saat itu air mataku tak bisa ku bendung lagi. Aku menangis, menangis dan terus mnangis. Orang-orang berusaha menguatkanku. Emak…selamat jalan. Semoga emak tenang di alam sana.

Sepulang dari TPU, banyak wartawan mendekatiku. Mereka melontarkan berbagai pertanyaan. Tapi dari sekian banyak pertanyaan itu tak satupun yang ku jawab. Aku tidak peduli dengan mereka. Aku sedang berkabung. Luka ini sangat perih. Perih, tak bias ku ungkapkan dengan kata-kata.

Seseorang mendekatiku. Ia menyalamiku dan memberiku amplop. Kata Bapak orang itu adalah delegasi dari Komnas Ham dan Depnaker. Aku menatap mereka dengan penuh kebencian. Aku meremas amplop yang ia berikan dan melempar ke mukanya.

" Anda pikir, Emak saya bisa diganti dengan uang ini ? kemana saja Anda ketika Emak masih hidup ? saya tidak butuh uang ini. Saya butuh Emak saya ", kataku kemudian pergi meninggalkan mereka.

Aku mengunci pintu kamarku. Aku menangis sejadi-jadinya. Dasar orang tidak berperikemanusiaan. Datang kesini hanya memberikan amplop. Mereka piker aku butuh uang mereka. Seharusnya mereka malu karena lalai menjaga warga negaranya. Aku benar-benar kecewa dengan mereka. Kecewa dengan Bapak. Kecewa pada pemerintahan dan kecewa pada diriku sendiri.

----xxxx----

Setelah kematian Emak, aku pergi meninggalkan kampung. Aku ingin ke Jakarta menuntut pertanggung jawaban Presiden. Apa saja yang ia kerjakan sampai lalai menjaga warga negaranya?

Semalam aku berhasil mengontak beberapa keluarga korban TKW yang juga tewas ketika bekerja di luar negeri. Hari ini aku akan menemui mereka. Aku akan mengumpulkan massa sebanyak mungkin. Aku akan menggelar aksi demo besar-besaran menuntut pertanggung jawaban Presiden dan menteri-menterinya. Sudah banyak TKI yang menjadi koraban kekerasan majikannya, tapi pemerintah Indonesia sepertinya diam saja. Sekarang, inilah saatnya membangunkan mereka yang tidur agar melihat bagaimana nasib rakyat, bagaimana nasib kaum TKW. Aku ingin membuka mata mereka. Melihat realita bukan hanya dunia maya.

Sesampainya di Jakarta, aku segera menuju rumah Sukirman. Ia memiliki nasib yang sama denganku. Ibunya yang menjadi TKW di Malaysia, pulang dengan tak bernyawa. Ia kecewa dengan sikap pemerintah yang seolah acuh tak acuh. Ia juga yang mengkoordinir semua keluarga korban TKW yang akan melakukan aksi demo besok.

Esoknya, semua mempersiapkan diri dengan matang. Aku tidak mengira bahwa Sukirman adalah seorang mahasiswa. Ia membawa banyak sekali aktivis kampus. Mereka menunjukkan kepeduliannya terhadap kami para keluarga korban TKW.

Tepat pukul Sembilan, massa yang berjumlah lima ratus orang dari berbagai kalangan turun ke jalan menuju Istana Negara. Disana kami akan mengadakan demo dan meminta pertanggung jawaban Presiden. Kami melakukan orasi di depan Istana Negara.

" Kami minta pertanggungjawaban presiden. Setiap tahun negara ini mengambil keuntungan dari para TKI dan setiap tahun juga tidak sedikit TKI yang kembali dalam keadaan tidak bernyawa. Hentikan pemerasaan TKI ! ", teriak Sukirman kemudian diikuti oleh yang lainnya.

Aksi demo kami sepertinya sia-sia. Tidak ada respon dari dalam. Yang ada hanya barisan polisi. Aku sangat kesal dengan situasi ini. Sampai kapanpun aku tidak bias memperoleh keadilan untuk emak.

Aku menerobos barisan dan maju untuk menerobos masuk ke dalam istana Negara. Aksiku yang tiba-tiba itu tentu saja membuat kaget aparat yang sedang berjaga-berjaga. Mereka mencoba menghalangiku, tapi tekatku sudah bulat. Aku ingin mencari keadilan untuk emak.

Aksiku kemudian di ikuti oleh massa yang lainnya. Aksi dorong-mendorong tidak bias dihindarkan. Aku mencoba terus menerobos barisan aparat tapi tidak bias. Mereka memberikan peringatan kepada kami, tapi tetap saja tidak ku gubris. Akhirnya mereka menembakkan gas air mata dan tentu saja hal ini membuatku bertambah kesal.

 Aku menunduk dan berlari kebelakang. Aku mengusap-usap mataku yang perih. Dengan penuh amarah. Aku mengambil beberapa batu kerikil dan melemparnya ke arah aparat. Aksiku kemudian diikuti oleh massa lainnya. Aksiku makin menggila dan tidak dapat ku kontrol lagi. Akhirnya terjadilah bentrok antara demonstran dan aparat.

Aku kembali mundur mencari sesuatu yang bisa ku jadikan senjata. Untunglah aku menemukan batang balok. Aku mengambilnya dan kembali menuju para demonstran. Namun langkahku terhenti karena tiba-tiba sebuah mobil menabrakku. Aku terpental jauh ke pinggir jalan.

Aku mencoba untuk bangun, tapi sia-sia. Nafasku terengah-engah. Mataku redup. Mak, Acul kangen emak. Acul nggak bias ketemu Emak disini, tapi Acul bias bertemu Emak di alam lain.

Mataku semakin redup dan nafasku sepertinya semakin terengah-engah. Pandanganku mulai samar, samar, dan semakin smar hingga akhirnya gelap. Emak, Acul kangen Emak. Acul ingin ketemu Emak. Bawa Acul pergi, ya, Mak. Acul ingin sama Emak.