Rabu, 30 Desember 2009

KISAH INDAH


Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sudah satu jam aku duduk di ruang tunggu RS. Mulia Jaya. Entah sampai kapan aku harus menunggu panggilan dari suster untuk segera diperiksa sedangkan kepala ini sudah begitu pening. Seharusnya aku tidak berobat di hari Senin. Karena pasien selalu membludak di hari ini. Tapi aku harus bagaimana lagi ? sakit tak bisa ditolak dan dokter masih sibuk melayani pasien yang sudah lebih dahulu mengantre.

            Entah mengapa aku teringat dengan sahabatku, Indah. Ya, Indah! Banyak cerita menyedihkan yang menghiasi masa SMA nya. Aku masih ingat bagaimana keras hati orang tuanya yang meminta agar ia melanjutkan kuliah di fakultas kedokteran. Ayah dan ibunya sangat mengidamkannya menjadi seorang dokter mengingat tak seorangpun keluarga mereka yang berprofesi sebagai dokter. Orang tuanya bersusah payah menabung untuk biaya kuliahnya nanti. Indah juga diikutkan bimbingan belajar intensif sebuah lembaga kursus terkenal yang biayanya hampir menelan delapan juta rupiah.

            Indahpun tak bisa menolak. Setelah melakukan sholat istiharah selama seminggu. Akhirnya ia mantap memenuhi permintaan orang tuanya. Dia rela meninggalkan dunia atletik demi menjadi seorang dokter. Namun disaat semangatnya yang sedang berkobar. Disaat ia harus berkonsentrasi untuk ujian nasional. Sebuah berita duka membuatnya jatuh. Ayahanda Indah meninggal dunia akibat kanker paru-paru yang sudah lama diderita oleh beliau. Peristiwa ini memang diluar kuasa kami semua dan menjadi goncangan jiwa yang dahsyat bagi Indah. Disaaat ia harus berjuang untuk UNAS, disaat itu pula ia harus melihat ayahnya terkujur kaku dan di kubur ke liat lahat. Memang tak ada tangis yang terdengar tapi saat itu jiwa Indah benar-benar tergoncang. Ia murung dan tampak seperti mayat hidup yang diam tanpa beraktifitas. Aku masih ingat bagaimana aku dan teman - teman menguatkan jiwanya, membangkitkan semangatnya sampai akhirnya ia siap melaksanakan UNAS.

            Namun, sungguh di luar kuasa kami semua. Tuhan mempunyai rencana lain untuk Indah. Tepat setelah ia mengerjakan soal UNAS di hari terakhir,  ia dijemput oleh paman dan adiknya. Mereka mengabarkan bahwa Ibunda Indah telah menghembuskan nafas terakhirnya. Penyakit diabetes telah mengakhiri hidupnya. Bagai petir di siang bolong, indah berteriak histeris. Kami semua tidak tahan menahan air mata. Sungguh tragis kisah hidupnya. Ia mendapat cobaan yang bertubi-tubi dari Yang Maha Kuasa. Setelah pemakaman Ibunya dan tahlilan sudah dilaksanakan selama tujuh hari, Indah dan keluarganya yang lain pindah ke Magetan, kota kelahiran ayahnya. Sejak saat itu aku tidak pernah bertemu atau mendengar informasi tentangnya. Dimana ia tinggal dan kemana ia akan melanjutkan kuliah ? kami juga tak tahu.

            Dan sekarang sudah delapan tahun berlalu. Indah menghilang dengan kisah hidup yang tragis. Aku berharap Indah bisa kuat menghadapi cobaan demi cobaan yang Tuhan kirim untuknya.

" Saudari Almira dewantari, silakan masuk! " ujar seorang perawat.

Aku tersentak dari lamunan masa laluku dan bergegas masuk ke ruang praktek dokter. Ketika aku membuka pintu ruangan praktek, tampak seorang gadis berkaca mata berpakaian dokter tersenyum padaku.

" Indah?!"